Sabtu, 01 Oktober 2011

jadi saksi dampak keserakahan industri pariwisata di pulau Serangan

Jadi begini, setelah saya mendapat kabar bahwa di bali ada sebuah pulau kecil yang menjadi tempat favoritnya para penyu untuk bertelur secara alami dan mempunyai kekayaan hayati laut lain nya. Saya pun tertarik dan meng-agendakan pergi melihat pulau yang juga disebut-sebut pulau penyu tersebut. Tetapi pulau tersebut sudah hampir rusak karena dampak dari keserakahan industri pariwisata.

Nama nya pulau Serangan. Terletak sekitar 15 km sebelah tenggara kota Denpasar, pulau ini bisa dijangkau selama kurang lebih 30 menit dari kota denpasar dan berada di sebelah selatan pantai sanur. Cukup mudah untuk menemukan pulau ini, tinggal pacu saja kendaraan melalui by pass ngurah rai. Petunjuk jalan juga sudah cukup jelas kok karena keberadaan pura Sakenan di pulau serangan ini. Pura sakenan adalah salah satu pura yang cukup terkenal di bali karena sejarah nya. Tidak seperti bayangan saya sebelum nya, bahwa untuk mencapai sebuah pulau dari pulau lainnya kita harus menggunakan perahu ataupun kapal laut (jalur laut). Ini tidak, sebuah jembatan megah telah berdiri kokoh dan menjadi awal kerusakan dari pulau serangan ini. Dulu nya saat masih belum ada jembatan yang menghubungkan pulau serangan dan pulau bali, orang-orang beragama hindu yang mau beribadah ke pura sakenan waktu itu harus menggunakan perahu untuk sampai ke pulau serangan. Itu sih katanya, orang saya juga tidak tau kalo dulu pulau serangan itu begitu menakjubkan. Tau nya yaa begini, sudah hampir rusak. Asyik yaa dulu bisa ber-perahu ria sambil jalan-jalan kesana.


salah satu pantai di P.Serangan
Dulu, rencana nya pulau serangan itu mau dijadikan semacam pulau impian dengan fasilitas pariwisata yang megah seperti hotel, lapangan golf, lagoon, dan fasilitas pendukung lainnya. Sebelum akhir nya mangkrak akibat krisis ekonomi pada waktu itu. Namanya BTID (bali turtle island development). investor yang mengatasnamakan insdustri pariwisata, yang kabarnya salah satu pemiliknya adalah keluarga Cendana.
Salah satu langkah dari proyek tersebut, adalah memperluas pulau tersebut. Gila, artinya telah dilakukan pengerukan pasir disekitaran pulau dan penimbunan pantai (reklamasi) yang justru merusak ekosistem laut di pantai serangan ini.

jalanan di P.Serangan yang gersang
Awal mula saya datang ke pulau serangan, setelah melalui jembatan penghubung pulau serangan dan pulau bali, ada pos penjaga untuk menarik biaya masuk pulau serangan. Untuk mobil 2000, dan sepeda motor 1000. Harga nya sudah pas, tidak bisa ditawar lagi J. Lepas dari situ saya bingung, mau kemana saya. Petunjuk jalan dan apa lah itu fasilitas penunjang pariwisata tidak saya temui disini. Pulau impian apaan nih. Dan setelah saya melihat penduduk sekitar yang sedang duduk-duduk menjajakan dagangan nya, yaitu cacing dan udang untuk umpan pancing, Barulah saya mendapat sedikit informasi dan saya pun ditunjukkan pada jalan yang saya sendiri pun awal nya ragu, “ini jalan apa bukan ya, tidak apa lah sesekali percaya pada orang baru”. Hingga akhirnya bertemu dengan pos penjagaan lagi dan saya pun mencari informasi sebanyak-banyak nya pada orang yang sedang bertugas di pos itu supaya nanti nya saya tidak kebingunan mencari jalan untuk menyusuri pulau kecil ini. Di sepanjang jalan, yang saya lihat hanya pohon-pohon dan semak yang gersang jauh dari kesan kehijau-hijauan nya dan silau putih batu gamping akibat proyek reklamasi mangkrak yang tiada jungtrung nya itu.

Setelah melewati jalanan kecil nan berdebu itu, akhirnya sampai juga saya ke pantai nya. Pantai nya buaaguss (bahasa nya emang dibuat lebay), bersih. Menurut pak penjaga tadi, didaerah-daerah seperti inilah yang masih dilindungi dan memang dijaga kebersihan nya. Tapi kok sepi ya, ngerasa seperti bukan di bali yang banyak akan bule-bule nya. Apa mungkin karena mereka banyak yang belum tau atau mungkin tidak tertarik, karena sudah tidak seperti yang dulu lagi (nah, yang ini bahasanya seperti lagu).

Setelah beberapa lama memanjakan mata dan lensa kamera disitu, saya pun melanjutkan perjalanan ke lain tempat yang masih dalam satu lingkup pulau kecil itu. Masih tanpa petunjuk jalan, jadi harus mengira-ngira sendiri dan ketajaman perasaan saya pun di uji. Kayak nya kesana, kayaknya kesini. Kata-kata semacam itulah yang memenuhi pikiran saya waktu itu. Kemana pun saya melaju, tersesat pun saya akan sampai di pantai dan tidak akan keluar dari pulau ini. Jembatan nya hanya satu yang saya lewati pas waktu pertama datang itu. Luasnya pun hanya sekitar 1 km dengan panjang yang kurang dari 3 km. itu tanpa saya ukur sendiri karena tidak bawa meteran, jadi pakai perkiraan saja J.

pantai di P.Serangan yang dangkal
Dan sampai lah di bagian pulau serangan lainnya. Dengan judul yang masih sama yaitu pantai, yang ini pantai nya lebih dangkal. Air nya samapai di lutut saja, jadi bisa main-main air tanpa pakaian kita basah.
Puas disitu, lanjut lagi melewati daerah pemukiman. Nah, disini ada pemukiman orang2 bugis yang menjadi cikal bakal nama pulau serangan ini. Konon, pelaut-pelaut bugis yang dulu sering mampir dan meminta minum di pulau ini, terkena “sire angen” yang artinya memiliki rasa sayang dan kangen akan pulau serangan. Merasa betah di pulau serangan, mereka akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal dan berkembang-biak (ehh, beranak-pinak) di pulau serangan dan hidup harmonis berdampingan dengan warga asli serangan yang memeluk agama hindu, sedang orang2 bugis itu memeluk agama islam.

salah satu pura di komplek pura Sakenan
Bukan di bali nama nya kalo tidak ada pura, di serangan pun ada pura yang cukup terkenal karena nilai-nilai sejarah nya. Pura Sakenan namanya. Untuk memasuki pura ini, aturan nya sama seperti pura-pura, dan tempat-tempat suci lainnya. Disini kita bisa menikmati hijau nya hutan bakau dan menonton orang-orang yang sedang memancing dibawah jembatan, padahal di dekat jembatan itu sudah ada papan larangan memancing di sekitar jembatan karena di anggap sangat berbahaya. Nanti kalo jembatannya roboh gimana? (keterlaluan) Tetapi, seperti tidak membaca papan tersebut mereka dengan cuek nya melempar kail pancing nya ke dalam air di bawah jembatan penghubung pulau serangan dan pulau bali tersebut. Sungguh pemandangan yang unik.
jembatan penghubung P.Serangan dan P.Bali

Nah, dengan keadaan pulau serangan yang seperti sekarang ini. Akankah dengan saya berkunjung ke pulau serangan ini saya dan yang lainnya akan terkena “sire angen” seperti pelaut-pelaut bugis dulu?

2 komentar:

  1. tekhnologi adakalanya memang diperlukan untuk perkembangan pariwisata, tapi tetap harus berpihak pada kelestarian alam

    SALAM LESTARI..!

    tambah pinter wae nulise

    BalasHapus
  2. salam lestari..

    ya bank,, terima kasih sudah membaca. :)

    BalasHapus